Monday, 30 December 2013
Friday, 6 December 2013
Tulisan
Nyanyian
Sunyi senyap
Senja yang menarikku untuk merindu pada malam
Malam-malam yang sepi
ditemani nyanyian indah bukan lirik tapi instrumen indah
Nyanyian, aku sebut itu nyanyian
Melayanglah aku dalam sendu pada suasana hening
Terdengar instrumen indah ini
Nyanyian tak perlu selalu lirik lagu untuk dinikmati
Ketika hati terbawa pada melodi indah, nada-nada harmoni
Harmoni hati yang tengah ditata rapi
Bersama harap pada hari baru, segala cerita baru
Nyanyian,
sungguh selalu ada rindu dibalik melodimu
Makassar, 5 Agustus
2013 Pukul 15:21 WITA
Sunday, 24 November 2013
Puisi
Cahaya Alam
untuk sahabatku
Kala asyik di depan TV
ku terkejut seketika listrik padam
kini sadar besarnya ketergantungan
para manusia pada listrik
Segera mencari terang di sudut lain
Tepat di teras rumah
Cahaya luas hadir
Cahaya alam peneduh jiwa
serasa tak terjadi apa-apa
Aku diam mengedarkan pandang mataku
pada langit yang hanya diselimuti
awan putih
ditemani burung-burung kecil berterbangan
lalu hujan rintik-rintik datang
menyapa
terasa semakin teduhlah jiwa ini
diiringi suara-suara indah dari
masjid
dan kini senja sore semakin menapaki
malam
cahaya alam sebentar lagi dihiasi
bintang-bintang
Lalu seketika tersadar listrik
kembali hidup
Terucap syukur tiada henti kepadaNya
dan mungkin inilah cara Tuhan sekadar
mengingatkan manusia
pada ciptaanNya
(Nurzulasnih-Makassar, 24 November 2013)
Monday, 18 November 2013
Puisi
Lilin
Mereka teringat padamu ketika lampu padam
Ketika bara api menyinari setiap sudut rumah
Ketika kepanikan menghantui mereka
Tentu ketika lampu padam mereka mengingatmu
Rasa
senang melanda ku ketika mereka sedih
Lalu
menyergap segenap rasaku ketika ku dengar
Bara
api mu telah lenyap dan aku tertawa
Beginikah
hidupmu ? Hanya diingat ketika lampu padam
Mereka mengingatmu ketika lampu padam
Aku pun mengerti engkau dijadikan sumber
energi cahaya
Ketika tak ada sumber energi cahaya lain
Seperti lampu, dan senter itu
Mereka
mengingatmu ketika lampu padam begitupun denganku
Tetapi
tak hanya itu aku tahu bahwa aku tak harus seperti mu
Seperti
dirimu yang menerangi kegelapan lalu hancur
Saat bara api mu telah habis
Lilin,
sungguh mereka mengingatmu ketika lampu padam.
Oleh: Nurzulasnih
Makassar, 19 Maret 2013 dan 21 Maret 2013
Friday, 15 November 2013
Menulis
Pramoedya Ananta Toer yang merupakan
seorang sastrawan Indonesia menyatakan bahwa,
“Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”
Selayaknyalah perlu kita merenung sejenak bahkan
sedalam-dalamnya memikirkan maksud dari penyataan dari Pram ini betapa
pentingnya menulis itu di dalam eksistensi diri kita di dalam kehidupan ini.
Menulis adalah kata yang tidak asing lagi bagi sebagian
orang bahkan semua orang di dunia ini yang telah mengenal baca dan tulis yang tentu
tahu menulis itu apa. Menulis merupakan pengungkapan gagasan dari pikiran kita
tentang sesuatu hal yang dituangkan dalam sebuah tulisan Namun yang menjadi hal
yang perlu menjadi sorotan apakah setiap dari kita sudah menjadikan menulis
sebagai sebuah kegiatan yang rutin? Benar saja tidak semua orang bersedia
melakukannya, terlebih dengan segala rutinitas yang dianggap jauh lebih penting
dibandingkan menulis itu sendiri. Saya pun tak menampik hal itu, ketika kita
berusaha mencoba memulai menulis berbagai faktor dapat menghalangi kita untuk
menuangkan gagasan kita dalam menulis seperti malas, tugas yang harus
diselesaikan, hiburan-hiburan yang telah tersedia di era globalisasi ini dan
berbagai hal lain yang menghalangi kita memulai dengan satu kata bahkan satu
huruf pun belum tentu berminat untuk memulai menulis.
Namun perlu kita pula kembali berpikir bahwa menulis
semestinya tidak menjadi asing bagi kita, pikirkanlah makna kalimat yang
diucapkan oleh Pram di atas bahwa yang tidak menulis akan hilang dari sejarah. Nah
betapa kata-kata itu justru menjiwai kehidupan Pram, ketika ia sudah tidak lagi
menjejaki kehidupan ini, namun tulisan-tulisannya tetap dibaca oleh masyarakat
hingga saat ini. Coba bayangkan saja seandainya Pram tidak menuliskan apapun,
Apakah kita akan tahu siapa dia? Apakah kita akan mengenal jauh lebih banyak
tentang dirinya melalui tulisannya?
Pada kenyataannya tak bisa dipungkiri bahwa tulisan itu
abadi, meski kita suatu saat tak lagi bernafas, tak lagi dapat menikmati
indahnya dunia ini, tapi dengan menghasilkan tulisan justru penulis-penulis
seakan tak pernah mati seakan hidup dengan utuh melalui tulisan-tulisannya. Adapula
penyataan dari Pram bahwa “Menulis adalah sebuah keberanian…” dari kalimat ini
tentu menulis bukanlah sesuatu hal yang sederhana, tapi kegiatan yang memang
memerlukan keberanian, kemauan untuk memulainya.
Selain sebagai sebuah eksistensi diri di tengah
masyarakat melalui penulis, maka Cobalah rasakan sendiri kepuasan diri ketika apa
yang kita rasa, apa yang kita dengar, apa yang kita alami, apa yang kita lihat
itu kita tuliskan, tentu berbagai gagasan itu tidak menjadi suatu yang
sia-sia sebagai sebuah peristiwa yang telah terjadi yang terkadang memori kita
bahkan sudah lupa dengan jelas apa yang kita alami. Maka menulislah, rasakan
kenikmatan itu sendiri! Namun ingatlah juga bahwa kita (saya dan kamu) yang
berminat menulis bahwa dalam hal menulis tentu dahuluilah dengan banyak
membaca, itu pula PR bagi saya sendiri. Semoga kita bisa sama-sama
merenungkannya dan tentu bertindak nyata.
Biarlah dunia mengenal kita tanpa perlu berjabat tangan
dengan kita secara langsung, tetapi justru mendekap tulus diri kita melalui
tulisan-tulisan kita. Tentu juga jangan lupa pada kalimat yang baik ini, “Sebaik-baik
manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.”, maka menulislah suatu tulisan
yang dapat bermanfaat bagi orang lain.
MEMBACA,
MEMBACA, MEMBACA dan MENULISLAH!
Subscribe to:
Comments (Atom)


